Wednesday, January 2, 2013

Mengenal Kehamilan Kosong atau Blighted Ovum (BO)

Saya baru mengenal istilah Blighted Ovum saat kehamilan anak ke dua. Saat itu, mengetahui diri saya hamil ketika melakukan testpack dan hasilnya 2 garis, akhirnya saya cek ke dokter kandungan. Begitu di USG, dokter mengatakan usia kehamilan saya sudah 7 minggu,tapi tidak terlihat janinnya, hanya kantung janin saja. Saat itu, dokter langsung memvonis saya mengalami BO atau kehamilan kosong. Sehingga akhirnya diputuskan saya harus di kuret saat kembali minggu depan.

Blighted Ovum sendiri definisinya adalah keadaan dimana seorang wanita merasa hamil tetapi tidak ada bayi di dalam kandungan. Seorang wanita yang mengalaminya juga merasakan gejala-gejala kehamilan seperti terlambat menstruasi, mual dan muntah pada awal kehamilan (morning sickness), payudara mengeras, serta terjadi pembesaran perut, bahkan saat dilakukan tes kehamilan baik test pack maupun laboratorium hasilnya pun positif. Pada saat konsepsi, sel telur (ovum) yang matang bertemu sperma. Namun akibat berbagai faktor maka sel telur yang telah dibuahi sperma tidak dapat berkembang sempurna, dan hanya terbentuk plasenta yang berisi cairan. Meskipun demikian plasenta tersebut tetap tertanam di dalam rahim. Plasenta menghasilkan hormon HCG (human chorionic gonadotropin) dimana hormon ini akan memberikan sinyal pada indung telur (ovarium) dan otak sebagai pemberitahuan bahwa sudah terdapat hasil konsepsi di dalam rahim. Hormon HCG yang menyebabkan munculnya gejala-gejala kehamilan seperti mual, muntah, ngidam dan menyebabkan tes kehamilan menjadi positif. Karena tes kehamilan baik test pack maupun laboratorium pada umumnya mengukur kadar hormon HCG (human chorionic gonadotropin) yang sering disebut juga sebagai hormon kehamilan.

hasil USG diagnosa BO



Saya sendiri tidak lantas percaya atas diagnosa dokter tersebut. Bukan, bukan karena saya merasa lebih pintar, melainkan karena saya yakin bahwa ada janin dalam perut saya. Yang agak saya sesalkan adalah, dokter tersebut adalah dokter yang juga menangani saya saat kehamilan pertama. Selain itu, beliau sangat terkenal karena keahliannya dalam menangani persalinan. Pokoknya, kredibilitasnya tidak diragukan lagi deh. Makanya dokter tersebut yang selalu jadi rekomendasi bagi ibu hamil di lingkungan tempat tinggal saya.

Itulah yang menjadi alasan akhirnya saya berusaha mencari second opinion di rumah sakit lain. Sambil berharap bahwa hasil USG akan berbeda dari pemeriksaan pertama. Dan, alhamdulillah...ternyata dari hasil USG yang ke dua ini janin dapat terlihat dan jantungnyapun kelihatan. Kelap-kelip mirip kunang-kunang. Tak terbayang betapa gembira dan bersyukurnya saya saat itu.Gembira karena ternyata akhirnya janinnya terlihat jelas, bahkan sangat jelas. Beryukur, karena saya tidak langsung mempercayai diagnosa dokter kandungan pertama (tanpa mengurangi rasa hormat kepada beliau). Bisa dibayangkan, jika saya mengikuti sarannya untuk kembali minngu depan dan melakukan kuretase. Maka si ganteng Athar gak akan ada dalam pelukan saya sekarang.

Ada pelajaran yang saya petik dari peristiwa itu. Bahwa saat dokter mendiagnosa keadaan kita, jangan ragu-ragu untuk mencari second opinion, atau third opinion bahkan fourth opinion. Terkesan lebay memang. Tapi jika itu berhubungan dengan kondisi kesehatan kita, saya kira itu hal yang wajar. Anggap itu bagian dari ikhtiyar. Dan kalaupun akhirnya hasil diagnosa itu sama antara dokter satu dengan yang lainnya, berarti memang kondisi kita ditakdirkan demikian. Toh kita manusia yang hanya bisa berusaha dan berdoa. Perkara hasil, tetap Allah yang Maha Tahu akan seperti apa nantinya.



No comments:

Post a Comment