Friday, June 28, 2013

Habis terang, terbitlah gelap

Kalau mak Hana kesulitan terkait ijin suami, saya justru mendapat dukungan penuh dari suami. Kesulitan justru saya temui saat di kantor Polres (waktu itu tahun 2005, jadi penyelenggaraan masih Polres). Dari mulai tahap mengisi berkas hingga tes tulis maupun praktek.

Dari awal keberangkatannya, saya sudah menemui sedikit masalah. Di tengah perjalanan, motor saya di stop petugas polisi. Alasannya pemeriksaan surat-surat. Duh, deg-degan pastinya. Wong suratnya nggak lengkap. Dan hal yang saya khwatirkan terjadi. Saat ditanyai SIM, tentu saja saya tidak bisa menunjukkan, karena memang belum punya. Ketika saya katakan bahwa saya berniat untuk bikin SIM, pak polisi justru bilang:'' Halah mbak, hampir semua pengendara yang kena razia bilangnya seperti itu''. Duuh, pak polisi, kalau saya sih jujur. Betul-betul mau bikin SIM. Beruntung saya membawa form hasil tes mata yang memang sudah saya lakukan dua hari sebelumnya. Fuih...! Alhamdulillah, saya lolos.

Tiba di kantor Polres, seperti yang sudah saya duga sebelumnya, kantor sudah penuh sesak oleh peserta tes tulis dan praktek. Kebetulan saya datang hari Sabtu, yang memang hari favorit karyawan kantoran. Itupun saya sudah mengupayakan jam 7.00  tiba di lokasi. Ternyata banyak yang lebih pagi dari saya. Awal perjuanganpun di mulai. Dari mulai mengisi formulir, mengurus kartu Jasa Raharja hingga antri menunggu dipanggil untuk tes tulis. Oya, biaya yang harus saya keluarkan sebesar 105 ribu.

Dan perjuangan belumlah usai. Saya harus antri selama 4 jam menunggu di panggil untuk tes tulis. Sempat heran juga, kok begitu lama saya tdak juga dipanggil untuk masuk ke ruangan. Padahal orang-orang yang datang dan memasukkan berkas belakangan, satu persatu sudah mulai masuk. Saat saya konfrmasi kepada petugas, ternyata oh ternyata, berkas saya di taruh di kursi, dan tidak sengaja si petugas duduk di atas berkas saya. Mau nangis rasanya saat itu. Akhirnya, setengah kesal saya paksa petugas  untuk mengurus berkas saya secepatnya. Alhamdulillah, setengah jam kemudian saya masuk. Bisa dibayangkan, saya menunggu dari jam 9 pagi sampai jam setengah 2 siang, baru bisa masuk ruangan. Selama itu pula,saya tidak sempat makan siang dan sholat Dzuhur. Karena khawatir saat saya dipanggil, saya sedang tidak ada. 

 Jam 14. 30 saya selesai dan langsung menuju mushola untuk sholat Dzuhur. Astaghfirullah, lalai banget ya saya. Mohon ampuun ya Allah. Lalu, saya lulus? Oo..tentu tidak. Saya tidak lulus!. Dari 30 soal yang diberikan, jawaban saya yang benar hanya 13, sisanya salah. Sedangkan untuk kelulusan, jumlah jawaban salah tidak boleh lebih dari 10. 

''Bu Ririn, tidak lulus. Minggu depan balik lagi ya.'' Suara merdu petugas yang lumayan ganteng, tetap tidak menghibur saya di tengah rasa kecewa.

Minggu berikutnya, saya datang lagi. Kali ini, saya duduk sebangku dengan seorang guru TK,yang kebetulan sudah tes 2 kali. Dan ini adalah yang ke 3 kalinya. Berarti sudah sedikit pengalaman dong dengan tes-tes sebelumnya. Tentu saja saya senang, biar bisa nyontek, pikir saya. Dan ternyata, soalnya tidak sama. Sebetulnya sama, tapi di acak. Haduuh...! Dan, untuk yang kedua kalinya saya dinyatakan tidak lulus. Sedangkan teman sebangku saya akhirnya lulus. Oleh petugas yang berbeda dari yang bersuara merdu lumayan ganteng, saya diminta untuk datang dua hari lagi.

Tes ke tiga, alhamdulillah saya lulus. Jumlah jawaban saya yang salah ada 9, langsung menuju tahap selanjutnya yaitu tes praktek. Saya pede banget, bakalan lulus nih. Secara saya kan ratu jalanan. Urusan salip-menyalip saya juaranya. Dan mungkin, pikiran itulah yang akhirnya membuat saya menjadi takabur. Dari mulai starter motor saya sudah gugup. Sebetulnya bukan tanpa alasan juga sih. Bayangkan aja, saat saya sedang melakukan tes praktek, sementara puluhan pasang mata menonton di sekeliling halaman. Gimana nggak gugup?. Ditambah selama praktek, saya harus mengendarai motor milik kantor Polres, yang kebetulan beda merk dengan yang saya punya. Belum lagi harus mengenakan helm putih yang biasa dipakai polisi pengawal. Amboi...beratnya!. Akhirnya satu-persatu balok pembatas berjatuhan. Tidak hanya itu, kaki saya menyentuh tanah. Lengkaplah sudah kesalahan saya. Hingga akhirnya saya dinyatakan gagal, dan diminta kembali minggu depan. 

Rasanya saya hampir putus asa saat itu. Apalagi saat melihat beberapa mereka yang tes prakteknya lebih jelek dari saya justru langsung ke ruang foto. Ya, saya tahu, mereka harus mengeluarkan sejumlah uang untuk itu. Sedangkan saya berprinsip, kalau saya bikin SIM, harus dengan cara yang sesuai prosedur. Dan untuk yang ke dua kalinya saya tes praktek. Ternyata, setelah melakukan lobi dengan petugas, saya diperbolehkan mengendarai motor sendiri. ''Kenapa gak dari kemarin sih, Pak''

Dengan tak lupa mengucap Bismillah dan Laa Hawla wa Laa Quwwata Illa Billah (bukan pikiran-pikiran takabur lagi ya hehe) saat starter, akhirnya satu-persatu balok saya taklukan. Tapi...uupss! Satu kali kaki saya menyentuh tanah. Waduh, bagaimana ini. Kalau disuruh kembali minggu depan, rasanya saya tidak sanggup. Karena sudah memasuki bulan Ramadan. 

Beruntuung sekali saya punya wajah memelas. Mungkin si bapak petugas, merasa gak tega, hingga akhirnya tulisan beliau yang awalnya TL (tidak lulus), dicoret menjadi L besaaar. Dan akhinya, sebotol Pocari dingin saya hadiahkan sebagai rasa terima kasih terhadap beliau. Makasih ya pak..! *peluk, eh cium tangan*

Saat sesi pemotretan untuk tahap akhir pembuatan SIM:  ''Kok foto yang ada di SIM beda sama yang di KTP?'' Begitu tanya petugas di Polres begitu SIMnya selesai dibuat. ''Iya lah Pak, saya berjemur di halaman depan kantor Polres selama 1,5 jam untuk antri tes praktek. Kalau KTP kan memang di photosop (waktu itu belum sistem E-KTP). Makanya jadi beda banget dengan foto SIM. Yang satu terang, satunya lagi gelap. Tapi, it's okay lah, yang penting akhirnya daku punya SIM. Horee...!




Tulisan ini diikutsertakan dalam GA Kinzihana

Monday, June 24, 2013

Saat musik adalah satu-satunya teman

"Music is pure inspiration and curiosity, when it strikes you; you feel no pain, but desire."

Bagi sebagian orang, kalimat itu mungkin ada benarnya. Bisa dibilang, jarang ada orang yang merasa sakit hati atau marah saat mendengarkan musik. Sebaliknya, orang yang sedang sedih, marah, bad mood dan berbagai perasaan negatif lainnya, justru merasa musik lah pelipur hati mereka. Teringat bagaimana kakak tertua saya selalu mendendangkan musik saat sedang ngambek dengan orangtua. Lagu yang diputar adalah lagu dari band kesayangannya yang memang sedang ngetop pada masa itu. Ya, lagu Sejati yang dibawakan begitu mendayu-dayu oleh grup band Wings asal negeri jiran tersebut, seolah memang diperuntukan bagi hati yang sedang sedih dan berduka.

Saya sendiri adalah seorang pecinta musik sejati. Tapi kalau ditanya tentang jenis musik yang saya sukai, cukup sulit menyebutkannya. Sebab, meskipun sejak SD saya hobi mendengarkan musik, saya tidak terpaku pada satu jenis musik saja.

Menikmati musik asik versi saya adalah mendengarkannya dimanapun dan kapanpun saya berada, serta apapun yang sedang saya lakukan. Saat terbaik saya menikmati musik adalah ketika sedang browsing, baik melalui laptop ataupun ponsel. Kebiasaan yang saya lakukan adalah, selalu menyalakan winamp sebelum membuka browser.  Itulah sebabnya, winamp harus berada di desktop laptop kesayangan saya. Pun saat browsing di ponsel, melalui headset, telinga saya harus senantiasa dimanjakan alunan musik favorit saya.

Tidak hanya itu, saat di mobil, naik kereta, saat  membaca buku dan bahkan saat melakukan pekerjaan rumah tangga sehari-hari saya kerap mendengarkan musik Tak jarang saat saya membaca, saya lebih sering lipsync ketimbang komat-kamit membaca kalimat demi kalimat pada buku yang saya baca. Sampai pernah terlontar perkataan, atau lebih tepatnya sindiran dari anak saya ketika menjumpai saya sedang mendengarkan musik sambil memasak:"umi jadi penyanyi aja deh, dimana aja nyanyi, untung goreng tempenya gak gosong!" 
Malu juga sih, tapi ya mau bagaimana lagi, musik adalah hal yang tak terpisahkan dari jiwa saya. 

Keluarga sayapun adalah pecinta musik. Dangdut, saya suka,  karena bapak dan ibu  menyukai jenis musik ini. Sebab itu, tidak heran jika suara khas Mansyur S, Meggie Z, Evie Tamala, dan Hamdan ATT begitu akrab di telinga saya. Dan saya menikmatinya.

Slow rock adalah  salah satu  musik yang sempat jadi hits di era 80 hingga 90-an. Sayapun menyukai jenis musik ini. Kakak saya termasuk kolektor lagu-lagu yang dibawakan para musisi dari Malaysia. Sebut saja Iklim, Search, Wings, Exist dan tentu saja si cantik Siti Nurhaliza. Dan saat musik nasyid menjadi hits seiring berkembangnya dakwah di tanah air, saya juga tak mau ketinggalan. Bahkan, saya sempat mengoleksi kaset dan VCD dari album-album Raihan saat itu.

Bicara mengenai VCD, saat ini terbilang cukup sulit untuk mendengarkan musik lewat media tersebut. Selain karena lumayan ribet karena harus membeli ( kalau ini sih mungkin lebih dibilang males atau pelit ya? hehehe),  juga adanya kemudahan men-download lagu-lagu favorit secara praktis sehingga dalam waktu singkat file berisi lagu-lagu tersebut sudah ada di dalam playlist kita.  Beruntung saya menemukan Langit Musik, yang dengan slogannya "Cara Asik Cari Musik" menyediakan lebih dari 800.000 ribu lagu legal di dalamnya . Dan ternyata memang asik banget. Buat pengguna ponsel berbasis Android seperti saya, Langit Musik sudah tersedia di Play Store. Dan lagu-lagu favorit akan terunduh dalam hitungan menit.

Tentang jenis dan genre musik, menurut saya mereka memiliki keistimewaan sendiri. Itulah sebabnya, hingga di tahun 2013 ini, terkadang saya masih feeling blue saat mendengarkan lagu Ode to My Family-nya The Cranberries, atau senyum-senyum sendiri teringat cinta monyet masa remaja saat mendengarkan Baby One More Time-nya Britney Spears, dan bahkan di saat sedang galau memikirkan masalah hidup, suara merdu Maher Zain  lewat lagu Insya Allah-nya, mampu membuat saya bersemangat kembali.

Musik tidak melulu harus disertai lirik lagu. Kalaupun ada, menurut saya tidak harus dengan bahasa yang bisa dipahami. Contoh saja musik dari negeri K-Pop, seperti IU, 2PM, Juniel, dan CNBlue. Saya suka mendengarkan lagu-lagu mereka. Apakah saya mengerti apa yang mereka nyanyikan? Tentu tidak hehe. Tapi, saya sangat menikmatinya. Karena yang saya dengarkan adalah alunan musiknya, bukan hanya lirik lagunya. Kalaupun saya ikut mendendangkannya, itu menjadi nilai tambah buat saya, mengingat bahasa Korea yang tidak mudah untuk diucapkan.

Saat ini, yang bisa saya katakan adalah: "Dear music, I will never be able to thank you enough for always being there for me..!"